Sekretaris FHK2I: Kalau Bisa (Guru) Honorer K-2 Diangkat Tanpa Tes

Pasang Iklan Disini

[ad_1]






Wikimedan – Penerimaan CPNS 2018 menimbulkan reaksi dari tenaga guru honorer Kategori 2 (K2). Mereka melakukan mogok mengajar, karena tidak bisa mendaftar sebagai calon pengabdi negara itu.





Aksi itu terjadi di Jakarta, Depok, Tegal, dan sejumlah kabupaten/kota di Banten. Mogok kerja juga terjadi di Purbalingga, Karanganyar, Cirebon, Kota dan Kabupaten Bekasi, Cianjur, Tasikmalaya, Garut, sampai ke Banyuwangi, Jawa Timur.






Di Banyuwangi, mogok kerja guru honorer mengganggu kegiatan belajar-mengajar (KBM). Mogok kerja berlangsung kemarin dan rencananya akan berlanjut hingga Sabtu (22/9). Selama tidak mengajar, para guru honorer melaksanakan istighotsah di setiap satuan koordinasi wilayah (satkorwil) dinas pendidikan (dispendik) di kecamatan masing-masing se-Bumi Blambangan.


Sekretaris FHK2I: Kalau Bisa (Guru) Honorer K-2 Diangkat Tanpa Tes

Ilustrasi:guru honorer di daerah bergejolak karena tidak bisa mendaftar CPNS 2018 (Alan Rusandi/Kaltim Post/Jawa Pos Group)





Misalnya, para tenaga honorer yang bertugas di wilayah Kecamatan Banyuwangi. Mereka menggelar istighotsah di musala kantor satkorwil dispendik di kecamatan setempat, tepatnya di Jalan Kolonel Sugiono, Banyuwangi.





Saat para guru honorer tersebut menggelar istighotsah, kegiatan belajar-mengajar di kelas pun terhambat. Setidaknya, hal itu terlihat di SDN II Tukang Kayu yang sekompleks dengan kantor Satkorwil Dispendik Kecamatan Banyuwangi. Para siswa belajar sendiri lantaran para guru kelas mengikuti istighotsah.





Sekretaris Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Kecamatan Banyuwangi Subhan Z. mengungkapkan, mogok kerja dilakukan agar pemerintah membatalkan ketentuan batas usia 35 tahun untuk honorer K-2 yang bisa mengikuti seleksi CPNS 2018. “Kalau bisa, teman-teman honorer K-2 yang sudah mengabdi puluhan tahun bisa diangkat menjadi PNS. Kalau perlu tanpa tes,” ujarnya.






Menurut dia, mogok mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar lumpuh. Sebab, banyak guru kelas yang berstatus honorer, belum PNS. “Khusus di Kecamatan Banyuwangi, guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap (GTT-PTT) mencapai 150 orang. Di antara jumlah tersebut, 100 orang meru­pakan guru kelas,” paparnya.






Sekjen Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) M. Nur Rambe menyatakan, pihaknya telah menemui Presiden Joko Widodo. Namun, dia menyesalkan tidak adanya kesepakatan dalam pertemuan tersebut. “Istana pun menyerahkan sepenuhnya kepada Men-PAN (PAN-RB, Red) atas aturan tersebut (pengangkatan honorer K-2),” ungkapnya.





Dia menjelaskan, Jumat lalu (14/9) pihaknya sempat beraudiensi dengan Menteri PAN-RB Syafruddin. Dalam pertemuan itu, Syafruddin mengungkapkan bahwa kementeriannya tetap menyelenggarakan pendaftaran CPNS sesuai dengan peraturan. Jika ada honorer K-2 yang berkeberatan dengan keputusan Menteri PAN-RB, mereka dipersilakan mengajukan judicial review.





Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menyatakan, pihaknya memahami perasaan para guru honorer K-2 tersebut. Mereka sudah bekerja bertahun-tahun. Namun, kesempatan mereka untuk menjadi CPNS ditutup pemerintah. Alasannya, mereka tidak bisa mendaftar gara-gara tidak memenuhi kriteria usia maksimal 35 tahun.





“Sebaiknya (pendaftaran CPNS baru, Red) ditunda dulu karena di daerah sudah ramai,” katanya kemarin (18/9). PGRI, lanjut dia, sudah berupaya mendampingi para honorer K-2 untuk menyuarakan aspirasi mereka kepada pemerintah.





Menurut Unifah, pemerintah harus memiliki komitmen untuk menyelesaikan nasib para guru honorer tersebut. Dia menegaskan, jika pemerintah sudah mentok tidak bisa mengangkat guru honorer K-2 menjadi CPNS, masih ada skema-skema lain yang bisa diambil.





Di antaranya, menerbitkan regulasi pengangkatan honorer K-2 menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sayang, hingga saat ini peraturan pemerintah (PP) sebagai landasan pengangkatan honorer K-2 menjadi PPPK tidak kunjung diterbitkan.





Skenario penuntasan permasalahan guru honorer K-2 lainnya adalah menghidupkan kembali PP Nomor 48 Tahun 2005. Di dalam PP tersebut ada skema pengangkatan tenaga honorer K-2 menjadi tenaga kontrak di pemda. ”Skema ini tidak membebani pemerintah pusat,” jelasnya.





(wan/lyn/sgt/c5/diq/agm)

[ad_2]

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *