Harga Batu Bara Ambruk 2% Setelah Terbang Tiga Hari

Pasang Iklan Disini

Wikimedan – Harga Batu Bara Ambruk 2% Setelah Terbang Tiga Hari. Harga batu bara melemah setelah menguat tiga hari beruntun. Pelemahan ini terjadi seiring dengan sentimen diversifikasi energi baru terbarukan berbagai negara dan tingkat produksi yang lebih tinggi dibanding konsumsi secara global.

Menurut data dari Refinitiv, pada perdagangan Senin (12/02/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Maret ditutup di angka US$ 123,5 per ton atau jatuh 1,67%. Pelemahan ini memutus penguatan harga batu bara yang berlangsung tiga hari sebelumnya.

Penurunan harga batu bara tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, tetapi juga oleh sejumlah faktor global. Melansir Montel News, rencana pemerintah Jerman untuk membangun 10 GW pembangkit listrik berbahan bakar gas yang siap menggunakan hidrogen dinilai kurang ambisius oleh pasar dan dapat menghambat pengurangan penggunaan batu bara secara dini.

Sentimen koreksi harga juga dipicu oleh tingkat produksi India yang mengalami peningkatan, meskipun India telah berkomitmen kuat untuk menggunakan sumber energi terbarukan seperti solar dan angin, batu bara masih digunakan untuk menghasilkan hampir tiga perempat listrik di negara tersebut.

Mengutip Reuters, perusahaan yang berbasis di Kolkata ini, yang menyumbang 80% dari produksi batu bara tahunan negara tersebut, meningkatkan produksi batu bara sebesar 10,5% year-on-year (yoy).

Beralih ke Australia, meskipun negara ini menempati peringkat kelima sebagai produsen batu bara terbesar pada 2021, negara ini menghadapi sejumlah tantangan.

Pembatasan impor batu bara oleh China, dampak pandemi Covid-19 secara global, kelangkaan tenaga kerja, dan cuaca buruk akibat fenomena La Niña telah berdampak negatif pada produksi dan ekspor batu bara Australia.

Sementara itu, upaya Australia untuk mengurangi emisi dan beralih ke sumber energi terbarukan terus bergulir, tetapi produksi energi non-terbarukan masih tidak sejalan dengan upaya mitigasi perubahan iklim.

Menurut laporan IEA, pada tahun 2030 emisi yang berasal dari penggunaan batu bara harus mencapai puncaknya dan menurun tajam agar tetap sesuai dengan target 1,5°C yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris. Meskipun banyak negara dan perusahaan pengimpor batu bara telah berkomitmen mencapai emisi nol bersih pada 2050, Australia sebagai mitra dagang utama dengan kontribusi NDC-nya mungkin mengalami penurunan penggunaan batu bara.

Dengan batu bara masih digunakan dalam 64% produksi energi domestik, 32% total pasokan energi, dan 53% pembangkitan listrik, kemungkinan besar dibutuhkan waktu cukup lama sebelum batu bara berhenti mendominasi sektor energi Australia, dikutip dari Mining Technologies.

Dalam menghadapi tantangan dan peluang ini, berbagai negara perlu meningkatkan efisiensi produksi, menggencarkan diversifikasi sumber energi, dan aktif berpartisipasi dalam pasar energi global yang semakin dinamis.

Kesadaran akan dampak lingkungan dan komitmen untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara menjadi kunci dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi dan perlindungan lingkungan.

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *