Childfree! Bebas Anak Bebas Biaya, Bikin “Tenggelam” Negara

Pasang Iklan Disini

WikimedanChildfree! Bebas Anak Bebas Biaya, Bikin “Tenggelam” Negara.

  • Isu childfree atau pasangan yang enggan tidak memiliki anak kembali hangat di dalam negeri
  • Dengan kondisi dunia saat ini, tingginya biaya hidup, perubahan iklim hingga krisis pangan, konsep chlidfree bisa mengurangi tekanan tersebut
  • Childfree juga menimbulkan dampak buruk jika terjadi secara masif di suatu negara, Jepang buktinya yang kini menghadapi “lingkaran setan”

 

 Media sosial di Indonesia riuh dengan isu childfree, yakni pasangan yang tidak atau enggan memiliki anak dalam pernikahan mereka. Childfree sebenarnya sudah sering terdengar dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kembali ramai jadi perdebatan yang bermula dari komentar Youtuber Gita Savitri Devi atau pemilik akun Gitasav.

Tidak ada yang salah dengan konsep childfree, setiap orang tentunya punya pilihan masing-masing dalam hidupnya. Bagi pasangan suami-istri, chlidfree tentunya membuat lepas dari berbagai macam biaya membesarkan anak yang nilainya tidak sedikit di jaman sekarang.

Bahkan, dengan kondisi dunia yang umat manusianya sudah membludak, perubahan iklim hingga krisis pangan, konsep childfree tentunya bisa membantu mengurangi tekanan-tekanan tersebut.

Namun, efek sampingnya jika konsep ini diterapkan ramai-ramai dalam suatu negara tentunya akan sangat buruk. Perekonomian negara bisa “tenggelam”.

Jepang menjadi contoh nyata, sejak awal 1990 perekonomiannya mengalami stagnansi, dan sulit untuk tumbuh, sehingga disebut mengalami “dasawarsa yang hilang” atau lost decade.

 

 

Negeri Matahari Terbit sebelumnya merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tetapi akibat mengalami lost decade akhirnya disalip China pada 2010.

Childfree bukan penyebab Jepang mengalami lost decade, tetapi konsep ini membuatnya sulit bangkit.

Tingkat kelahiran di Jepang saat ini sudah kritis. Menteri Kesehatan Jepang memprediksi pada 2022 jumlah kelahiran kurang dari 800.000. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak pencatatan dimulai pada 1899.

Para ahli melihat tingginya biasa hidup, kurangnya ruang dan support di perkotaan membuat para orang tua kesulitan untuk mengasuh anak. Alhasil, banyak pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Selain itu, berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, rata-rata pendapatan per kapita di Jepang mengalami penurunan, dari US$ 50.600 pada tahun 1995, menjadi US$ 43.000 pada 2020.

Biaya hidup yang tinggi, ditambah dengan pendapatan yang menurun tentunya membuat beban mengurus anak semakin berat. Maka childfree menjadi pilihan.

Dengan jumlah kelahiran yang sangat rendah, Jepang kini mengalami krisis demografi. Para pekerja semakin menua, sementara kebutuhan tenaga kerja belum mampu dipenuhi generasi muda.

Kekurangan tenaga kerja artinya roda perekonomian akan terhambat. Produk domestik bruto (PDB) akan sulit bangkit, begitu juga pendapatan per kapita, yang berisiko membuat masyarakat Jepang semakin enggan memiliki anak. Artinya “lingkaran setan” sedang tercipta yang bisa membuat Jepang makin “tenggelam”

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *