Berikan Pengarahan Dana Desa, Jokowi: Boyolai Mana? Coba Maju

Pasang Iklan Disini

Wikimedan – Ribuan kepala desa dan pendamping desa se-Jawa Tengah datang ke acara Sarasehan Pengelolaan Dana Desa di Gedung PRPP Semarang, Kamis (22/11). Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang hadir memberikan pengarahan, sempat dicurhati akan susahnya menjadi pengawas desa.

Setelah memaparkan pemanfaatan dan keberhasilan pemerintah mengucurkan dana desa, Jokowi, sapaan Sang Presiden, mulanya menanyakan, mudah sulitnya pertanggungjawaban menjadi pendamping desa.”Selama ini sulit nggak, kalau gampang ya ngomong gampang. Kalau sulit ya ngomong sulit,” tanya Jokowi Tegas. 

“Sulit!” jawab para pendamping desa kompak.

Untuk mendapat penjelasan lebih rinci akan respons dari pertanyaannya tadi, Jokowi kemudian mengundang dua pendamping desa maju ke depan. Namun, entah apa yang ada di benak eks Wali Kota Solo itu, ia meminta pendamping desa yang berasal dari Kabupaten Boyolali.

“Coba, yang dari Boyolali ada nggak? Boyolali mana? coba maju,” kata Jokowi. Dua orang pun kemudian naik ke panggung, mereka adalah Sugeng dan Wulandari. Keduanya mengaku kepada Jokowi berasal dari Boyolali.

“Ini warga Boyolali, Boyolali dan ini (menunjuk diri sendiri) juga Boyolali,” kata Jokowi tiba-tiba, dan disambut riuh para hadirin.

Sugeng yang mengaku datang dari Kecamatan Nogosari, Boyolali curhat kepada Jokowi, bahwa susahnya menjadi pendamping desa adalah kala harus mengurus laporan pertanggungjawaban (LPj) dana desa. 

“Saya sering mendengar, dari Pak Jokowi laporan terkait dana desa itu cukup dua lembar saja. Akan tetapi nyatanya banyak,” katanya disambut tawa dari hadirin. Selama jadi pengawas, lembaran kata Sugeng jumlahnya sudah tak bisa ia hitung.

Kemudian, curhatan datang lagi, kali ini datang dari Wulandari. “Asli Boyolali, tampang Boyolali,” celetuknya, sehingga disambut tawa yang membuat Jokowi lupa sejenak akan pertanyaannya.

Ditanya pertanyaan serupa seperti yang diberikan kepada Sugeng, Wulandari berujar tak mengalami kesullitan dalam tugas lapangan maupun penyusunan laporan. “Yang sulit itu notanya keselip. Sering, saat saya tanya, dijawab notanya belum ada mbak,” katanya. 

Selain itu, beber Wulandari, para Kepala Desa seringkali memecah penggunaan Dana Desa untuk banyak kegiatan, alias tidak dijadikan satu. Tentunya berujung pada pembuatan LPj yang makin menumupuk. 

“Laporannya jadi banyak karena kegiatannya dibuat kecil-kecil. Semestinya bisa dijadikan satu kegiatan sehingga laporannya bisa satu,” curhatnya lagi.

Mendengar berbagai keluhan itu, Jokowi mengakui pembuatan Laporan pertanggungjaaban prosedurnya memang rumit, sehingga menjadi lambat prosesnya. Dua tahun silam, ia sudah menginstruksikan Menteri Keuangan supaya membuat aturan sederhana tapi tetap tak mengabaikan faktor akuntabilitas laporan.

Sayangnya, upaya Jokowi masih belum terlalu berbuah manis. Lantaran, masih terhalang aturan undang-undang. Padahal, katanya ini juga bisa menjadi patokan daya saing sebuah negara.

“Yang namanya memenangkan persaingan atau kompetisi itu bukan yang besar yang mengalahkan yang kecil. Bukan negara yang kuat mengalahkan yang kecil. Tapi yang cepat, mengalahkan yang lambat. Saya ingin negara kita ini cepat dalam segala hal. Tahun depan, saya berkonsentrasi merubah undang-undang agar percepatan itu bisa kita lakukan,” tegasnya.

(gul/JPC)


Kategori : Berita Nasional

Share :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *